Tertegun sejenak membaca Kompas hari ini, Minggu 24 Juli 2011 halaman 11. Artikel singkat tentang "Merawat Cinta dari Jarak Jauh". Macam-macam profesi dan latar belakang suami istri yang ada disitu, semuanya berjauhan, terpisah oleh jarak.
Seperti disebutkan oleh psikolog Ratih Ibrahim di artikel itu, "Dibutuhkan individu-individu yang tangguh berkomitmen untuk membuat relasi ini berjalan. Perlu cinta yang luar biasa pada pasangan dan keluarga untuk menjalani hubungan ini." Dan yang paling aku setujui adalah: "Minimalkanlah tuntutan, enggak usah mempersoalkan hal-hal kecil."
Poin terakhir yang ingin aku sorot lebih jauh. Poin itulah yang harusnya dijalankan oleh semua pasangan, terlebih pasangan long distance relationship (LDR). "Bajumu kurang pas deh, harusnya pakai warna kuning aja hari ini. Udah dibilangin dari tadi pagi mau berangkat kantor, eh nggak percaya juga" "Kemana aja sih ma, papa dah nunggu sejak 15 menit lalu." Penting nggak, sih? Kalau 1-2x kita meributkan masalah yang sepele mungkin wajar, namanya juga manusia yang punya otak masing-masing. Tapi kalau setiap hari? Atau setiap saat bertemu bagi pasangan LDR? 2 pertanyaan singkat diatas saja bisa merambah ke hal-hal lain, yang ujungnya adu mulut. Ujungnya CAPEK.
Sudah bertahun-tahun aku dan suami merupakan perwakilan dari artikel itu. Kami pacaran 5 tahun sejak kuliah, dan menikah 3,5th. Dari 5 tahun yang selalu bersama, tumbuh bersama, merakit otak bersama, tiba-tiba dipisahkan jarak 2000 km sejak menikah sampai saat ini. Dari masih sama-sama remaja di kampus Ganesha, sampai sekarang sudah punya satu anak yang harus diarahkan hidupnya. Waktu pacaran, dialog tentang warna baju, aktivitas yang salah, janjian ngaret, sudah dilalui dengan macam-macam tempaan. Setelah menikah, ini jawabannya dari perdebatan sepele macam itu: "Iya ya. Lain kali saya (papa/mama) nggak begitu lagi deh". SELESAI. Sama-sama happy. Sama-sama puas.
Berhubung yang lebih sering bawel adalah kaum wanita, mungkin aku lebih menyorot ke kaum ini, untuk lebih sabar dan berpikir "out of the box". Wanita jaman sekarang jauh lebih smart dari jaman dulu, seharusnya bisa berpikir lebih maju dan modern. Tidak banyak merengek, tidak banyak mengomel, tapi banyak bertindak. DO SOMETHING, girls. Banyak hal diluar sana yang harus dipikir dan diurus dibanding berdebat sama suami (kayak kurang kerjaan aja masih sempat ngomelin hal sepele ke suami, ngurus anak aja waktu kita dah terkuras habis kan). PERBANYAK AKTIVITAS. Jadi otak nggak nganggur, otak nganggur bawaannya ntar mikirnya "di kantor papa sibuk ama sekretarisnya yang cantik nggak ya", "papa hari ini makan siangnya gimana ya" dll dll dll. Saat si papa pulang rumah, banyak topik yang bisa dilaporkan, mulai dari aktivitas anak,sampai aktivitas kita. Make your own life, your own story.
Yah apapun kondisi pasangan suami istri, mau seranjang maupun terpisah ribuan kilometer, intinya tetap komitmen. Ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan nggak usah mikirin rumput tetangga yang (ternyata tidak selalu) lebih baik. Yang penting kita isi hidup dengan banyak aktivitas positif, banyak berpikir positif, banyak bertindak positif. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan akan mempererat kualitas hubungan :)
Seperti disebutkan oleh psikolog Ratih Ibrahim di artikel itu, "Dibutuhkan individu-individu yang tangguh berkomitmen untuk membuat relasi ini berjalan. Perlu cinta yang luar biasa pada pasangan dan keluarga untuk menjalani hubungan ini." Dan yang paling aku setujui adalah: "Minimalkanlah tuntutan, enggak usah mempersoalkan hal-hal kecil."
Poin terakhir yang ingin aku sorot lebih jauh. Poin itulah yang harusnya dijalankan oleh semua pasangan, terlebih pasangan long distance relationship (LDR). "Bajumu kurang pas deh, harusnya pakai warna kuning aja hari ini. Udah dibilangin dari tadi pagi mau berangkat kantor, eh nggak percaya juga" "Kemana aja sih ma, papa dah nunggu sejak 15 menit lalu." Penting nggak, sih? Kalau 1-2x kita meributkan masalah yang sepele mungkin wajar, namanya juga manusia yang punya otak masing-masing. Tapi kalau setiap hari? Atau setiap saat bertemu bagi pasangan LDR? 2 pertanyaan singkat diatas saja bisa merambah ke hal-hal lain, yang ujungnya adu mulut. Ujungnya CAPEK.
Sudah bertahun-tahun aku dan suami merupakan perwakilan dari artikel itu. Kami pacaran 5 tahun sejak kuliah, dan menikah 3,5th. Dari 5 tahun yang selalu bersama, tumbuh bersama, merakit otak bersama, tiba-tiba dipisahkan jarak 2000 km sejak menikah sampai saat ini. Dari masih sama-sama remaja di kampus Ganesha, sampai sekarang sudah punya satu anak yang harus diarahkan hidupnya. Waktu pacaran, dialog tentang warna baju, aktivitas yang salah, janjian ngaret, sudah dilalui dengan macam-macam tempaan. Setelah menikah, ini jawabannya dari perdebatan sepele macam itu: "Iya ya. Lain kali saya (papa/mama) nggak begitu lagi deh". SELESAI. Sama-sama happy. Sama-sama puas.
Berhubung yang lebih sering bawel adalah kaum wanita, mungkin aku lebih menyorot ke kaum ini, untuk lebih sabar dan berpikir "out of the box". Wanita jaman sekarang jauh lebih smart dari jaman dulu, seharusnya bisa berpikir lebih maju dan modern. Tidak banyak merengek, tidak banyak mengomel, tapi banyak bertindak. DO SOMETHING, girls. Banyak hal diluar sana yang harus dipikir dan diurus dibanding berdebat sama suami (kayak kurang kerjaan aja masih sempat ngomelin hal sepele ke suami, ngurus anak aja waktu kita dah terkuras habis kan). PERBANYAK AKTIVITAS. Jadi otak nggak nganggur, otak nganggur bawaannya ntar mikirnya "di kantor papa sibuk ama sekretarisnya yang cantik nggak ya", "papa hari ini makan siangnya gimana ya" dll dll dll. Saat si papa pulang rumah, banyak topik yang bisa dilaporkan, mulai dari aktivitas anak,sampai aktivitas kita. Make your own life, your own story.
Yah apapun kondisi pasangan suami istri, mau seranjang maupun terpisah ribuan kilometer, intinya tetap komitmen. Ada kelebihan dan kekurangan masing-masing, dan nggak usah mikirin rumput tetangga yang (ternyata tidak selalu) lebih baik. Yang penting kita isi hidup dengan banyak aktivitas positif, banyak berpikir positif, banyak bertindak positif. Mudah-mudahan apa yang kita lakukan akan mempererat kualitas hubungan :)